Korupsi di Nias Selatan: Potret Buram yang Terus Berulang

Korupsi di Nias Selatan: Potret Buram yang Terus Berulang

Smallest Font
Largest Font

KepulauanNias.com - “Korupsi itu seperti tikus yang menggerogoti pondasi negara, perlahan tapi pasti, hingga akhirnya rapuh.”

Begitulah kira-kira gambaran yang pas untuk menggambarkan kasus dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Nias Selatan. Baru-baru ini, publik kembali dikejutkan oleh penetapan dua mantan bendahara pengeluaran sebagai tersangka. Kasus ini, yang mencakup anggaran tahun 2018 hingga 2021, menambah daftar panjang praktik culas di negeri ini.

Namun, pertanyaannya adalah: kenapa kasus seperti ini terus terjadi? Dan apa dampaknya bagi masyarakat? Mari kita kupas lebih dalam.


Skandal PUPR Nias Selatan: Fakta dan Data

Dalam kasus ini, dua mantan bendahara pengeluaran, yaitu KW (tahun anggaran 2018-2019) dan BB (tahun anggaran 2020-2021), diduga melakukan korupsi atas anggaran belanja langsung Dinas PUPR Nias Selatan. Dari audit yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, ditemukan kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar.

Bayangkan saja, anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur daerah malah "disulap" menjadi kantong pribadi. Dengan anggaran sebesar itu, berbagai program pembangunan untuk memperbaiki akses jalan atau layanan publik lainnya bisa terealisasi. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya—uang negara lenyap, rakyat menderita.

Hironimus Tafonao, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Nias Selatan, menyatakan bahwa proses penyidikan terus dilakukan. Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini.


Mengapa Korupsi Begitu Marak di Indonesia?

Kasus ini hanyalah secuil dari gunung es korupsi di Indonesia. Berdasarkan data Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 berada di angka 34 dari 100, yang berarti kita masih jauh dari kategori bebas korupsi. Lantas, apa yang membuat korupsi begitu sulit diberantas?

  1. Sistem yang Lemah
    Banyak sistem pengawasan dan penegakan hukum di daerah yang masih longgar. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran membuat korupsi lebih mudah dilakukan, apalagi jika pelakunya memiliki "kedekatan" dengan pejabat atau pihak tertentu.

  2. Minimnya Integritas
    Integritas bukan hanya soal moral individu, tetapi juga soal bagaimana lingkungan kerja mendukung nilai-nilai kejujuran. Ketika korupsi menjadi "hal biasa", maka individu akan lebih mudah tergoda untuk ikut terlibat.

  3. Ketidakpedulian Publik
    Ironisnya, banyak masyarakat yang sudah "terbiasa" dengan berita korupsi sehingga tidak lagi merasa ini adalah masalah besar. Padahal, dampaknya sangat nyata, seperti jalan rusak, akses pendidikan terbatas, hingga layanan kesehatan yang minim.


Dampak Korupsi: Siapa yang Paling Dirugikan?

Mungkin sebagian berpikir, “Ah, cuma Rp1,5 miliar, itu kecil dibanding korupsi triliunan.” Tapi tunggu dulu, mari kita lihat dampaknya.

  • Infrastruktur Amburadul
    Anggaran PUPR seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, atau saluran air. Ketika uangnya dikorupsi, proyek-proyek ini mangkrak. Akibatnya, masyarakat harus berjuang lebih keras untuk akses ke fasilitas dasar.

  • Perekonomian Tersendat
    Infrastruktur yang buruk berdampak langsung pada ekonomi daerah. Bayangkan bagaimana sulitnya petani Nias Selatan memasarkan hasil panen jika jalan utama penuh lubang atau bahkan tidak bisa dilewati.

  • Kepercayaan Publik Luntur
    Ketika kasus korupsi terus terjadi, masyarakat menjadi apatis terhadap pemerintah. Kepercayaan yang luntur ini membuat program-program pemerintah lainnya sulit mendapatkan dukungan publik.


Harapan untuk Masa Depan: Bisakah Kita Berubah?

Meski kelam, bukan berarti tidak ada harapan. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil untuk memberantas korupsi:

  1. Peningkatan Transparansi
    Pemerintah daerah perlu memanfaatkan teknologi untuk membuat anggaran lebih transparan, seperti melalui sistem e-budgeting yang bisa diakses publik.

  2. Penguatan Penegakan Hukum
    Kasus seperti ini harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Hukuman yang berat akan memberikan efek jera bagi pelaku.

  3. Pendidikan Antikorupsi
    Korupsi adalah penyakit mental yang hanya bisa dicegah melalui pendidikan. Mulai dari anak-anak hingga pejabat, semua harus memahami dampak buruk dari tindakan ini.


Jangan Lagi Ada Tikus Berdasi

Korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas dari akarnya. Kasus Nias Selatan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan korupsi masih panjang. Namun, dengan sinergi antara pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih bersih.

Karena pada akhirnya, pembangunan sejati bukan soal beton dan aspal, tetapi soal kejujuran dan integritas yang membangun masa depan bangsa.-TG

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow